Jumat, 27 Juli 2012

Coba... Pantas ndak??


 “saya punya teman yang hobinya baca. Tiap harikerjaannya bacaaaa mulu, mulai dari baca komik, baca buku, baca majalah danlain-lain sampe-sampe lupa shalat, waah. Gimana ya caranya biar saya bisamembuat dia berubah?”, tanya putri kepada seorang sahabatnya yang cukup alim.
**
waktuitu aku pergi dengan teman, tiba-tiba ia mengajak aku ke toko baju (modis) yang memang modelnya tak ada yangsesuai dengan pakaianku sekarang.
“kok ke sini?, kan tak ada yang pas denganapa yang aku pakai”. Tanyaku pada anita. Anita lupa kalau aku sudah mengenakanpakaian serba tertutup, pakai jilbab hingga dada, rok panjang, dan koas kaki.
“eh ya, aku lupa mi. Maaf deh, piiisss. Akusebenarnya pengen memakai pakaian kayak kamu lho mi, tapi belum siap. Gmn yami?”. Anita merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan.
Anitaanak yang baik, penurut, cerdas, dan cantik. Kepribadiannya mulia, hanya sajamasih ada keraguan dalam dirinya sehingga masih enggan menjalankan hukum agamasecara keseluruhan.
“kak, bagaimana ya supaya Anita bisa kuajak menjadi lebih baik khusus perihal agama dan mau menutup aurat?” tanya amikepada kakak asuhnya di sekolah.
**
“ustadz, saya sudah lamamembina adik-adik di kampus, tetapi keadaannya tidak berubah, gitu-gitu aja”,curhat andi pada guru talaqqinya.
***

Kejadiandi atas adalah hal yang biasa terjadi di kalangan aktivis kebaikan dimanapunmereka berada. Baik berlatar belakang siswa, mahasiswa, karyawan, dokter,teknisi, dan ustadz sekalipun. Ya, hal yang pasti pernah dihadapi para da’i,yaitu masalah objek binaan.

Ada sebuahkisah yang patutnya menjadi inpirasi para penyeru kebaikan, para penasihatkawan, para pendidik yang budiman, dan para wali akhir zaman. Ada seorang ‘alimulama yang pada waktu ini sedang duduk dalam sebuah majelis, mendengarkankhutbah. Ya seorang ulama, wali Allah yang sedang mendengarkan khotib dalam menyampaikantausiyah. Ketika mendengarkan tausiyah, sang ulama merasakan hal yang anehdalam dirinya, ada yang mengganjal, sesuatu yang tidak sesuai dalam dirinyatimbul. Gusar hati sang ulama sehingga membuatnya termenung dan berkata “kalaubukan khotib ini yang salah maka akulah yang bermasalah”, begitula kira-kiraredaksi yang ada ketika ulama memandang suatu permasalahan yang ada dihadapannya.

Ulama memandangsuatu permasalahan tidak hanya pada objek yang dianggapnya salah, melainkan kembalikepada dirinya sendiri pula. Apakah ia yang salah ataukah hati ini yang memangtidak siap akan menangkap suatu kebaikan itu. Hal ini penting dipahami bagipara pelaku kebaikan, penyeru kebajikan, dan wali Allah di muka bumi. Bukankah apabilaseseorang itu mendapatkan kebaikan atau hidayah melalui perantaraan kita itulebih baik daripada bumi dan seisinya, dan adalagi redaksi lain dari hadistRasul SAW bahwa kita akan mendapatkan ganjaran berupa unta merah (ibarat zamandahulu, unta merah adalah kendaraan mewah dikala itu. Nah sekarang, apalahmobil mewah yang ada di zaman ini, begitulah kira-kira ganjarannya). Suatu ganjaranyang besar yang diberikan Sang Pencipta kepada hamba. Kalaulah demikian, parapenyeru itu bijaknya merenungkan diri terlebih dahulu seperti halnya para ulamadalam memuhasabah diri.
“saya malas belajar, tetapi ingin meraih ranking satu dikelas”
“saya mah rajin do’a, minta sama Allah” tapi usaha nihil.
“saya ingin jadi dokter” tapi baca buku aja males.
“pengen masuk surga dong”, shalat nggakpernah, puasa apalagi, dan ngaji? Hmmmm, jauuuuuhhhh.
Sesuatuyang tak pantas takkan terjadi, karena hukum alam itu berlaku, sunnatullah.
“gue udah bujukin adik-adik binaan tu,tapi payah. Mereka masih pada males shalat subuh di masjid”. Gerutu seorangpembina rohis.
Coba lihat,dengar, dan rasakan. Apakah benar masalah itu terletak pada objek binaan?,ataukah diri ini yang belum siap menampung pahala sebesar itu.
Apakahdiri ini pantas mendapatkan unta merah? Apakah layak dunia dan seisinya inidianugerahkan kepada hamba yang belum............. yaaaaah gitu deh?
Hidayahadalah hak Allah, dan itu mutlak. Allah takkan memberi hidayah kepadakaum yang zhalim. Kalaulah saudara, sahabat, adik, dan siapalah objekkebaikan itu memiliki akhlak yang baik, santun, dan terpuji, sudah pasti tinggalmenunggu waktu hidayah itu akan datang kepadanya, Insya Allah. Dan sekarang, reward ini (unta merah) layak diberikankepada siapa? Yang memang menjadi perantara hidayah itu datang. Kepada kamu,aku, atau dia? Siapakah yang lebih sesuai secara iman, islam, dan ihsan untukmenerimanya.

“Malam ini ba’da ‘isya kita ‘iktikaf dimasjid ya, kakak tunggu”, ajak senior pembina-- yang memang pribadinya mulia,cerah, dan lebihnya adalah penghafal Qur’an--kepada adik binaannya, ditambah dengansenyum yang hangat. Dan ketika malam, para adik-adik ramai mendatangi sangkakak di masjid raya kota mereka.
**
“nanti ba’da zhuhur ada kajian rutintetang fiqih, datang ya”. Ajak fulan kepada rekan dan juniornya. Dan alhasil,tak ada satupun dari seorang yang dijumpainya tadi datang ke mushalla tempatkajian.


Karena sapu bersihlahyang mampu membersihkan lantai yang kotor, kalau sapu itu sendiri yang lusam,naaaaah nanti lantainya jadi gmn??

Sekian ya, salam renungandalam menyikapi hidup secara objektif. :D
Assalaamu’alaykum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar