SENYUM SENANG terpancar setiap hari dikala aku
menginjakkan langkah ini di tempat yang akan membawaku ke sebuah mimpi, mimpi
yang ku pendam lama demi mengangkat derajat dan martabat keluarga petani, mimpi
be a doctor.
Dinginnya
ruang kuliah bukannya mengerutkan semangatku malah membara membakar menggairahkan,
sesaat aku bagaikan singa berburu mangsa. Sehabis kuliah menjelang waktu
zhuhur, aku selalu mampir ke mushalla Ar-Rahmah
untuk shalat berjama’ah. Dalam khusuknya berdo’a, aku curahkan semua rasa
syukur ini kepada Allah, hanya kepada Allah. Air mata ini kian mengalir
mengingat hujan, badai, dan petir dalam perjuanganku dahulu untuk meraih ini
semua. Aku tenggelam dalam do’a mengenang masa silam. Baris demi baris, bait demi
bait kisah perjuanganku terlihat jelas.
***
SAAT ITU KAMI BEDUA; yaitu aku dan Isal. Kami berdua
sahabat karib, bersahabat sejak duduk dibangku Kanak-kanak. Kami selalu satu
sekolah, hingga pada hari itu kami terpisah, pengumuman hasil Ujian Nasional
tingkat SMP yang memisahkan kebersamaan kami. Isal diterima di sekolah favorit,
sedangkan aku masuk ke sekolah yang levelnya di bawah sekolah tersebut. Tapi
perpisahan itu tak terasa lama, kami dipertemukan lagi dalam satu misi, misi
yang sama-sama kami pendam untuk kebahagiaan keluarga, yaitu cita-cita pribadi
yang lama tersimpan.
Hari
itu, hari keberangkatan kami. Dengan bekal niat dan restu orang tua kami
berangkat menuju kota tempat Impian kami menggapai bintang, yaitu Yogyakarta. Dalam perjalanan aku berkata
dengan nada pesimis,
“Sal,
kita belum punya Ijazah dan kita belum tau nasib kelulusan kita di SMA.” Dengan
percaya diri dia berkata.
“Kalau
kita yakin, kita pasti akan lulus SMA maupun Perguruan tinggi, Allah itu sesuai dengan persangkaan
Hambanya, jadi tenang ya Cen.”
Kami
tiba di Jogja sore hari. Untunglah bukan masalah, karena sudah ada kerabat Isal
yang menjemput dan mengantarkan kami ke “kost” yang telah disiapkan. Kedatangan
kami disambut hangat oleh yang punya rumah. Kamar yang luas dan fasilitas yang
lengkap membuat aku tenang untuk belajar hari demi hari.
Semangat
membara setiap pagi menjadi sarapan lezat untuk kami. Di depan rumah sudah
siaga Becak yang siap membawa kami menimba ilmu, sungguh kenangan yang indah
dalam perjuangan. Setiap hari kami habiskan waktu membekali diri guna menghadapi
Ujian Masuk Kuliah. Ketika search di Internet kami membaca ada
Ujian Masuk Bersama yang diadakan oleh 5 Perguruan Tinggi, dengan Bintangnya
adalah Universitas Indonesia. Aku dan
Isal pun mendaftar.
“Sal,
Aku pilih UI dan UIN Jakarta, kau mengambil ke mana aja?”
“UNHAS.”
dengan semangat Isal menjawab.
“Kalau
kau lulus, gimana dengan UGM. Kita kan belum coba tes SNMPTN di sana?”
“Kalau
lulus UMB nanti kita coba juga UGM, bukankah Universitas di kota ini Impian
kita?, kecuali kalau kau masih nekad dengan Universitas Impian-mu “UI” di
Jakarta sana.” Dia menyindirku.
“Oke,
Insya Allah kita bisa.”
Ujianpun
dimulai. Kami mengerjakan soal dengan tawakal sesuai dengan usaha yang telah
kami lakukan. Hari demi hari kami lewati di Kota
Pelajar ini, pengumuman pun tiba.
Isal menghampiriku dengan perasaan senang tapi sedih. Pelan tapi pasti dia
menghampiriku. Tampak rona haru diwajahnya karena dia melihat pengumuman bahwa
aku tidak lulus, sedangkan sahabatku diterima dipilihannya.
“Apa
yang akan ku kabarkan kepada kedua orang tua ku, Sal?” menetes air mata
kesedihan ini.
“Tenang
cen, SNMPTN masih ada, dan tahun depan pun masih ada, he..he..” dia mencoba
menghibur, tapi malah membuatku makin terpuruk.
Semangat
ku kian membara, kelulusan Isal menjadi cambuk buatku agar terus bangkit. Apa
aku orangnya Ambisius?, Ya! untuk urusan Kebahagiaan khususnya demi orang tua,
apapun akan aku lakukan. Ujian Masuk Kuliah di Penghujung tahun 2008 tiba. Aku
dan Isal masih tetap dengan Obsesi lama, yaitu masuk Kedokteran UGM. Bassmallah,
ujian dikerjakan.
Hari
itu untuk kesekian kalinya aku dicambuk, remuk badanku melihat pengumuman ini.
Aku GAGAL lagi. Isal juga tidak diterima tetapi dia sudah siap dengan hasil ini,
serta siap untuk meninggalkan Jogja dan segera menuju Makasar tempat Impiannya
akan diwujudkan. Sementara aku? gundah, malu dan pilu yang ku bawa pulang ke
kampung.
Di
Kala itu, meledak aura seorang
Pemburu Cita bangkit. Aku searching di Internet, ku dapati Ujian Masuk Ba’da
SNMPTN 2008 ini. aku berangkat ke Jakarta untuk tes UM UIN Syarif Hidayatullah.
Belum lagi ada pengumuman, aku langsung menuju Palembang untuk mengikuti USM
UNSRI karena rentang tesnya hanya beberapa hari. Setelah Ujian Semua berakhir
aku kembali ke kampung lagi dengan segudang harapan. Dalam Bus Travel, aku
lamunkan indahnya memakai Jaz Praktikum lalu memakai Jaz Co-Ass sambil mengalungkan
stetoskop di leher. Oh…sungguh
tampannya anak Ibu ini.
“Dek,
kita sudah sampai.” Supir bus membuyarkan mimpiku. Supir tepat memberhentikan
bus di depan rumahku.
“Terima kasih bang, sampai Jumpa
lagi”.
**
“Ting-ting,ting-ting.”
Handphone berdering, ada SMS masuk dari Kakak temanku. Dia mengabarkan bahwa
aku LULUS, tapi tidak jelas lulus apa dan di mana. Pagi itu aku yang semangat
sekali--memang tiada hari tanpa semangat untuk cita-cita--Aku menuju “Warnet”
untuk memastikan kabar tersebut. Tetapi?, Kekecewaan lagi yang ku rasa.
Alhamdulillah aku memang lulus di dua PTN tersebut tapi di F.Farmasi dan
F.Teknik Kimia, itu tidak membuatku bahagia. Habis sudah tahun ini, meledak
sudah bom air mata ini. Ibu dan Ayahku pun tak sanggup melihat kesedihan
anaknya. Memang sebelumnya mereka tidak setuju aku kuliah diluar Kota
Kelahiranku ini karena tak sanggup melepaskan pangeran kecil satu-satunya
melalang sendirian di Kota Besar sana. Tapi melihat tekadku yang sangat kuat,
diselimuti wajah yang sedih ibu berkata,
“Nak,
Berangkatlah untuk ikut bimbingan. Kejarlah apa yang menjadi cita-citamu.
Jangan takut akan kegagalan, Ibu dan Ayah akan terus mendo’akan.” Kakak-kakakku
pun memberikan semangat.
“Bangkit
dek, Bangkitkan keluarga ini. keluarga yang hidup beralaskan lumpur sawah.
Angkat dek, ganti semua ini. kau bisa, bisa dan bisa!. Allah akan merubah ini
semua sesuai usahamu.” Semua perkataan itu menggetarkanku.
Tiba
Waktunya aku pamit, dan berangkat lagi menuju Jogja. Targetku sekarang masih
tetap UGM, tapi tak menutup kemungkinan Universitas lain, yang penting
jurusannya. Hari demi hari ku habiskan dengan bimbel. Grade yang ku peroleh pun
makin memuaskan, aku makin optimis. Sampailah pada Ujian pertama yaitu SIMAK
UI. Aku berangkat ke Jakarta, tapi itu lah Ujian sesungguhnya. Aku terdampar di
Rumah Sakit. Sakitnya pun dokter tak bisa pastikan, sesak nafas seperti Maut
menjemput. Sakit berlalu, beberapa hari kemudian Masuk Rumah Sakit lagi, lalu
sembuh, dan kembali Masuk Rumah sakit. Sungguh ini ujian sesungguhnya, berat
dan berat. Tes ku lalui dengan kondisi lemah, walhasil? Gagal lagi. Tak menyerah
aku kembali ke Jogja. Bimbingan dan bimbingan lagi.
Hari
mendebarkan tiba lagi, UM UGM 2009. Bassmallah aku kerjakan soal dengan santai karena
soalnya telah banyak ku kuasai. Tiba pengumuman, oh…aku ditendang untuk ketiga
kali dari UGM, sebelumnya UM UGM 2008 aku ikuti juga.
Hari-hari
aku lalui dengan belajar dan mengikuti tes-tes di PTN dan PTS. Luar biasa
semangatnya aku. Sampai ketika timbullah pertanyaan teman-temanku yang mulai
pesimis melihat kondisiku, maklum mereka kasihan melihatku yang setiap hari
mainannya hanya buku, obat (karena sakit-sakitan akibat tekanan) dan tes Ujian
Masuk.
“Cen
Kalau saja tahun ini kau gagal lagi gimana, coba?”
“Gagal,
coba lagi, gagal coba lagi, kalau nggak dapat?hmm. pasti dapat.”
“Tapi
cen, kalau gagal untuk semua tes dan tes telah habis?”
“Insya
Allah dapat, dan pasti dapat. Aku yakin!”
Bandung,
coba ku telusuri. Alhamdulillah gagal. Ke Jakarta lagi, swasta ku coba, tapi?
Gagal lagi. Air mata bercucuran kian hari. Waktu terus menunjukkan batasnya di
tahun ini. tapi aku?. Dengan pasrah dipenghujung 2009, aku ikut UMB lagi dengan
pilihan UI, USU, UIN Jkt, dan UNSIYAH, semua ku ambil Kedokteran. Lalu setelah
itu aku lanjutkan lagi pertualangan sambil menunggu hasil.
Sampai
pada ketika orang tua ku telah pasrah, mereka memintaku untuk memakai jalan
pintas, main belakang. Aku menolak,
tapi mereka memaksa. Aku ikuti permainan mereka dengan berat hati. Hari tes itu
telah dekat, hati pun makin berdegup tak jelas.
“Aku
tak tenang, aku tidak inginkan yang seperti ini. jika ini yang aku ambil kenapa
tidak dari dulu aku berlaku curang. Allah tunjukkan padaku jika ini salah maka
gagalkanlah aku ya Allah”.
Tes
ku lalui dengan berat, permainan mereka memakai Elektrik Phone gagal. Aku
senang dan lalu menghapus kode komputer pada lembar jawab. Dan sudah pasti
hasilnya aku gagal dalam tes. Aku sedih, dan menelpon ibu dengan segera. Aku
minta maaf atas tindakkan ini. Ibu memaafkanku dan malah dia bangga.
“Lanjutkan
lah Nak, Ibu terus Berdo’a untukmu.”
Aku
sedih karena mendapat kabar bahwa ibu makin kurus, kulit tubuhnya mengendur
akibat banyak pikiran dan beban. Maklumlah, hanya aku yang ia fikirkan siang dan malam . Semua itu makin mencambuk-cambukku.
Ujian
terakhir tinggal SNMPTN 2009. Aku daftar dengan memasang sumbangan Rp.200juta,
tanda keputusasaanku. Tapi Apa di kata, Allah dengan RahasiaNya yang Indah,
Pengumuman UMB keluar sebelum tes itu dimulai. Dan air mata ini mengalir
bagaikan pipa keran yang bocor. Alhamdulillah Allahu Akbar. Aku diterima di Universitas Sesuai Usaha Fakultas Kerja-keras.
Ku kabari orang tua, mereka semua sorak syukur. Tapi teman-temanku dijogja ini,
mereka kecewa. Satu dari temanku ini menangis pilu karena sudah pasti kami akan
berpisah. Bagaimana tidak, dia berharap sekali terus bersama-sama. Dia yang
mengantarku untuk tes ini, dan dia serta teman-teman lain juga setia menemaniku dikala aku sakit dan
sehat ketika di Jogja.
Selamat
tinggal UGM, bye UI. Selamat tinggal sahabat dan Jogja, aku akan merindukan
kalian. Medan! Aku datang untuk duniaku yang baru.
***
Dan semangatlah
menggapai apa yang dicitakan.........