Hallo ry, ku tulis lagi dirimu ya.. Malam
kemarin aku bersama keluarga seperti biasa ry, berangkat ke masjid untuk
mendirikan shalat ‘isya dan tarawih berjamaah. Alhamdulillah ry, masjid masih
dikunjungi masyarakat dengan kuantitas yang makin maju, ya shaf shalatnya makin
maju ke depan. Hehehe.
Seperti biasa juga ry, selepas shalat
‘isya ustadz naik mimbar untuk menyampaikan tausiyah yang subhanallah kali ini sangat menyentuh hati ku dan aku yakin hati
para jama’ah yang lain juga.
Ustadznya keren ry. Hihihihi
“Assalaamu’alaykum wr.wb”, salam dari
ustadz yang bersemangat kala membuka tausiyah.
“Wa’alaykumussalaam wr.wb”, jawab
jama’ah yang tak kalah semangatnya, termasuk aku.hihihi
“Alhamdulillah, alhamdulillahi
rabbil’alamin, washshalatuwassalam ‘ala rasulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi
ajma’in, asyhadu’allaa ilaha illallah wa asyhadu’annamuhammadurrasulullah.
Bapak-bapak, ibu-ibu, serta hadirin jama’ah shalat tarawih yang dimuliakan Allah,
Insya Allah. Malam ini malam ke-14, Alhamdulillah kita masih bisa jumpa ya Pak,
ya Buk, adik-adik sekalian. Kali ini kita ada kemajuan ya Pak, Buk, ya, maju
kali. Yah, maju kali shafnya, maju ke-depan, Alhamdulillah. Saudara kita yang
sedang sakit semoga cepat sembuh, yang sedang sibuk semoga dimudahkan
urusannya, dan yang sedang nonton tv semoga tvnya rusak, nah loh, tidak boleh
kalau yang ini. Ya pak buk ya? Tidak boleh do’a yang buruk-buruk”.
“hehehe, yaaaa”. Sahut
jama’ah.
“Pak, Buk, jama’ah sekalian, saya nak
Tanya sama bapak, ibu, dan hadirin sekalian ya. Sayang sama orang tua?, sayang
sama mamak? Pak, Buk? Adik?, sayang sama bapak?, Bapak, Ibu sayang sama Nenek?”.
“Sayaaaaang”, singkat
disahut jama’ah.
“Kita buktikan ya Pak, Buk, dan juga Adik-adik
yang ada disini. Kita pasti semua ingat akan 3 hal yang pahalanya, amalannya, rewardnya tak putus-putus kita dapatkan sampai setelah kita wafat. Wafat,
kata yang sangat menakutkan, tapi inilah Pak, Buk. Sesuatu yang akan terjadi,
tinggal waktunya saja yang kita tak tau, kita tunggu saja. Banyak yang telah
mendahului kita, nak muda, nak tua, banyak yang sudah duluan. Nah kita?, apa
yang telah kita persiapkan?. Baiklah, sekarang kita fikirkan sejenak akan 3
perkara ini, yang Insya Allah akan menjadi bekal berharga kita nanti ketika telah dipanggil”.
Jama’ah mulai agak serius mendengarkan
tausiyah sang ustadz yang kali ini mimi’ mukanya menjadi lebih serius.
“Yang pertama? Apa Pak, Buk?. Ya yang
pertama adalah ilmu, ya, ilmu yang bermanfaat. Punya ilmu, Pak, Buk, Dek?”.
“Punyaaaaaa”, sahut beberapa jam’ah.
“Sedikiiit”, sahut ibu yang duduk
disampingku, menjawab dengan malu-malu tidak percaya diri.
“Punya Pak, Buk?. Punya!!, jawab
punya!. Yakinlah Ibu Bapak, apalagi teman-teman dan adik-adik yang pelajar ini,
Insya Allah punya!, kalau Bapak Ibu tak memiliki ilmu, mana mungkin Bapak Ibu bisa
punya anak yang sarjana, punya anak yang dosen, punya anak yang ustadz, punya anak yang dokter, yang pegawai sipil, dan lain
sebagainya, yah karena ilmu tadi, ilmu Bapak dan Ibu dalam mendidik anak-anak
sehingga menjadi berguna sebagai manusia, itu dia ilmunya. Ibu, jangan
khawatir, Bapak apalagi. Kita semua punya ilmu hanya saja bidangnya beda-beda. Sederhana
saja, apa yang ibu bisa? Ibu bisa jahit?, itulah ilmu ibu, ibu bisa masak? nah
itu lah ilmu ibu. Taukah ibu, ibu punya ilmu memasak, lalu ibu memasak makanan
yang lezat, bergizi, dan mengenyangkan. Ibu hidangkan tiap pagi untuk
anak-anak, untuk suami. Ya kan?, tau kah ibu ketika mereka memakan makanan
masakan ibu, badan mereka menjadi kuat, sehat bertenaga siap untuk belajar di
sekolah, menimba ilmu. Tiap hari ibu lakukan hal demikian, ketika sudah gede, nih ya, ketika sudah gede mereka menjadi anak yang cerdas,
berilmu sehingga berguna bagi masyarakat, menjadi pemimpin, menjadi guru,
dokter, dll. Taukah ibu, ketika mereka berbuat kebaikan dengan ilmu mereka,
beramal dengan ilmu mereka maka
amal ibu seketika akan bertambah, Insya Allah, walaupun ibu nanti telah tiada.
Tau kenapa?, karena ilmu memasak ibu, ya karena masakan ibu dahulu, masakan
yang membuat mereka menjadi anak yang cerdas sehingga berguna bagi orang banyak,
karena masakan ibu mereka bisa beraktifitas, bisa belajar, ibadah dan lain
sebagainya, dan bapak bisa mencari nafkah. Ya semua karena jasa ibu, banggalah
menjadi seorang Ibu. Jadi sekecil, sedikit apapun ilmu yang kita miliki, ketika
ia bermanfaat maka itu yang menjadi sumber pahala kita kelak yang akan mengalir
terus walaupun kita telah wafat”.
“Alhamdulillah”, sahut Ibu-ibu
pelan.
“Apalagi bapak, dengan ilmu kehidupannya,
ilmu dari pengalamannya, ilmu profesinya, mampu membuat orang lain bermanfaat
bagi sesama. Bapak mendidik anak dengan karakternya, bapak yang dosen, guru,
mendidik murid-muridnya, bapak yang ustadz dengan ceramahnya, Insya Allah semua
akan menjadi ladang pahala yang tak akan terputus-putus. Maka beruntunglah
orang yang berilmu itu, yang memberikan manfaat
bagi umat sekalian alam. Alhamdulillah Buk, Pak”.
“Dan
ilmu, adik-adik juga yang sedang belajar disekolah sekarang mampu beramal
dengan ilmu yang didapat. Dapat pelajaran mengenai pahala salam, ya langsung
praktik, tiap hari, tiap jumpa orang, masuk rumah, ucapkan salam dulu,
pahalakan tu, mendo’akan orang. Dan ilmu-ilmu itu bisa diajarkan, dan orang
lain pun mengamalkannya, nambah lagi kan pahalanya. Itu baru satu ilmu, belum
lagi yang lain. Ilmu matematika, ilmu fisika, kimia, dll, kita punya, lalu bisa
ajarkan ke teman, adik dan rekan lain, lalu itu berguna bagi mereka, bukankah
akan bertambah pahala kita lagi. Semangatlah menuntut ilmu wahai adik-adikku
sekalian. Semangat. Nah, itu yang pertama, ilmu yang bermanfaat, lalu sekarang
yang kedua, ingat Pak, Buk yang kedua?”.
“Amal jariyah”, sahut serentak jama’ah
yang mulai terpukau dengan tausiyah ustadz yang berapi-api.
“Ya benar, kita Insya Allah disini
punya amalan itu masing-masing, hanya saja kadarnya berbeda-beda. Ada tadi yang
infaqnya seribu, ada juga yang sepuluh ribu, seratus, bahkan ada yang diam-diam
infaq sampai satu juta, terlebih apalagi sekarang masjid kita dalam keadaan
renovasi, pasti semua berlomba-lomba untuk memberi infaq”.
Jama’ah manggut-manggut menikmati
tausiyah ustadz yang kali ini berbeda sekali cara penyampaiannya dengan
ustadz-ustadz yang lain, ustadznya masih muda dan yaaaa, lumayanlah.hihihihi
“Bagaimana tidak, ketika semua shalat
di masjid ini yang kita mempunyai andil dalam pembangunannya maka amalan
jariyahnya akan terus mengalir kepada kita tanpa mengurangi pahala dari jama’ah
yang shalat, dan itu semua akan kita dapatkan terus hingga kita wafat, ya ndak Pak,
Buk. Banyak sekali kalau mau kita hitung jenis-jenis amalan jariyah yang bisa
diperbuat. Ibu, Bapak menyekolahkan anak, anak yatim, dan siapalah yang hendak Ibu,
Bapak bantu, ataupun adik-adik sekalian bisa dengan uang lima ribu memberikan
makan anak yatim, dan tiba-tiba dengan makanan itu si anak tadi mampu bekerja
giat sehingga berguna untuk orang banyak, subhanallah.
Ladang jariyah ini banyak sekali Pak, Buk”.
Tak terasa tujuh menit itu telah
lewat, hanya saja para jama’ah sudah tak mempedulikannya lagi. Jama’ah telah
terbius dengan ceramah sang ustadz.
“Aahh,
si fulan bisa sekolah karena biaya dari aku dulu itu. Ah, kawan itu dulu, aku
yang bantunya, sekarang jadi sombong kayak gitu. Itu tu, ambal sajadah yang aku
sumbangkan kemarin, bagus kan. Oalah, ini ni yang bisa merusak amal kita Buk,
terkadang pun ada yang sumbang seribu, tapi oooh, dimaki-maki pula itu si
peminta. Udah sumbangnya sedikit, tapi sebutnya banyak kali. Oh, ini ni, sambil memeluk tiang masjid, ini
ni aku yang sumbang dulu, sekarang bagus kan. Tak perlu seperti itu, karena
hal itu yang bisa merusak amalan kita, sehingga Allah menghapus semua pahala
kita Buk. Ya ayyuhalladzina
amanu la tubthilu shadaqatikum bil manni wal adza. seribu-pun kita sumbang
kalau ikhlas Insya Allah itu jauh lebih baik daripada kita menyebut-nyebut
kebaikan yang kita lakukan walaupun satu milyar pun, akan percuma. Maka dari
itu mari kita menyumbang seikhlasnya mumpung masih sempat dan apalagi di bulan
penuh berkat ini, Insya Allah”. Sambil tersenyum ustadz mengakhiri perkara yang
kedua.
“Dan
tadi yang kedua. Apa tadi, amalan yang pahalanya Insya Allah akan kita dapatkan
terus walaupun kita telah wafat, pertama? Ilmu, dan yang kedua?, ya amal
jariyah. Dan terakhir buk, pak, dan jama’ah sekalian. Dek, oi dek, eh mas, mas.
Sayang sama emak?”
“Sayang”, jawab pemuda yang
ditanyain ustadz.
“Ibu, Bapak sayang nenek?,
adik sayang sama Bapak, sama Ibu?”.
“sayaaaaaaang”, sahut
jama’ah kompak.
“Apa buktinya?”, jama’ah
terdiam.
“Yang ketiga, yaitu do’a anak yang
shaleh. Ya Allah ampunkan do’a kedua
orang ku ya Allah, ya Allah sembuhkanlah Ayah, sembuhkanlah Ibu ya Allah,
mereka sedang sakit, rintihan seorang anak yang cinta pada Emak Bapak. Ada
lagi yang berdo’a, ya Allah jadikanlah
kami keluarga yang kelak akan terus bersama di dunia dan di akhirat, di sisiMU,
di surgaMu ya Allah. Inilah do’a yang memang kita sangat harapkan
dikabulkan. Dan Allah itu akan kabulkan Buk, Pak, Dek. Insya Allah itu semua
akan terwujud, toh yang do’a itu adalah kekasih Allah kan, kesayangan Allah,
hamba-hamba Allah yang Shaleh, kenapa tidak, mudah bagi Allah untuk mengabulkan
karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ujiibu da’wataddaa’i idzaa da’an.
Allah itu akan kabulkan do’a hamba-hambaNya yang meminta. Dari hadist Qudsi
Allah berfirman, Allah itu malu, malu ketika ada seorang hamba yang datang
meminta kepadaNya sampai melinangkan air mata, sampai nangis-nangis memohon
kepada Allah, dan ketika pulang tidak membawa apa-apa, Allah malu. Allah malu
dikala hambaNya datang memohon kepadaNya
dan hambaNya tidak memperoleh apa yang dipanjatkan. Allah malu tidak mengabulkanNya Buk,
Pak. Allah akan kabulkan Insya Allah. Tapi sekarang kita lihat dulu, siapa yang
berdo’a itu, hambaNya atau orang selalu ingkar sama Allah. Kalaulah hambanya
yang shaleh, rajin shalat, mengaji, hafal Qur’an, menjaga diri dari perbuatan maksiat, menjaga
kehormatan diri, menjaga auratnya, maka apalagi penghalang bagi Allah untuk
tidak mengabulkan do’anya, ya, do’a anak yang shaleh. Dan dari pada itu, sudah seharusnya
kita memperbaiki diri, menjalani kehidupan ini dengan baik, menjadi
pribadi-pribadi islam dengan baik”.
Jama’ah terdiam. Merenung, termasuk
aku.
“Anak yang suka berbohong, gunjing
sana gunjing sini, gosip sana, gosip sini. Mengubar aurat, mencari syahwat,
menentang yang Maha Dasyat, apakah mungkin Allah akan mengabulkan do’anya.
Sayang sama orang tua? Nah ini lah dia saatnya, menjadi pribadi shaleh dan
shalehah sehingga mampu menunjukkan cinta itu yang sebenarnya pada orang tua,
ya mendo’akan orang tua, dunia dan akhirat. Ya
Allah, apa ini, kenapa Engkau berikan mahkota ini kepada kami, Bertanya dua
orang hamba kepada Penciptanya, mengapa
Engkau berikan penghargaan ini kepada kami, Allah menjawab ‘karena kalian
mempunyai buah hati yang mempelajari Al-Qur’an. Subhanallah, inilah dia bukti cinta sesungguhnya kepada orang tua
itu, cinta pada Emak dan cinta pada Bapak karena Allah. Cintakah sama orang
tua, dekku sekalian, Pak, Buk?
“Cintaaaaaaaa”, jama’ah menjawab, ada
jama’ah yang meneteskan air mata terharu dan ada yang teringat sama orang tua yang
memang sudah tiada.
“Beruntunglah Bapak, Ibuk yang
memiliki anak-anak yang shaleh. Berapa anak Pak, Buk? 4, 5 atau 7?, nah kalau
semua shaleh, alangkah enaknya hidup Bapak Ibuk sekalian. Marilah selagi masih
ada kesempatan kita terus tanamkan kebaikan kepada diri dan anak-anak kita
sehingga kedepannya lahirlah generasi-generasi yang shaleh dan shalehah di
masyarakat kita”.
“aamiiiiiiiiiiiiiiiiiiin”.
“Itulah singkat tausiyah kita pada
malam yang berkah ini, Insya Allah, semoga bermanfaat bagi kita semua. Dan
buktikan sayang itu yaaa, buk, pak, dan adik-adik semua. Lebih kurang saya
minta maaf, wa billahi taufik walhidayah, wassalaamu’alaykum wr wb. Mari kita
shalat tarawih.”
“wa’alaykumussalaam wr.wb”
Alhamdulillah, sungguh berkesan malam
itu, tak hanya ceramah, ketika menjadi imam pun sang ustadz mampu membius semua
jama’ah, kurasa tidak ada jama’ah yang tak menangis karena bacaan
shalat imam kala itu. imam sering mengulang2 bacaan dikala itu. “In
tu’adzdzibhum fa innahum ‘ibaduka…., jika Engkau hendak mengazab mereka,
sesungguhnya mereka itu adalah hamba-hamba-Mu juga….”. inilah bacaan yang sempat membuat
jama’ah histeris menangis tak terbendung, termasuk imam. Subhanallah, itulah malam terawih terindahku selama 2 minggu
ramadhan ini. Insya Allah aku akan terus memperbaiki diri, karena sayang ku
pada emak dan bapak ku, karena Allah.
Sekian dulu, ry. Aku bobok dulu ya,
supaya nanti mampu shalat tahajjud. Bye bye ry……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar